PostingGlobal – Pejabat Departemen Kehakiman Amerika Serikat menyebut lebih dari 1.000 peneliti asal
China telah melarikan diri dari AS menyusul penyelidikan FBI bahwa
mereka terhubung dengan militer China atau Chinese People Liberation
Army (PLA) dan tuduhan pencurian teknologi AS.
Eksodus
itu terjadi setelah penangkapan enam peneliti China yang dituduh
berbohong pada aplikasi visa mereka tentang hubungan mereka dengan
militer China. AS telah memberi peringatan kepada Duta Besar Tiongkok
terhadap individu yang tidak mengungkapkan status mereka yang sebenarnya
saat berada di AS, atau mereka akan ditangkap.
Dikutip dari Washington Post,
Desember 2020, angka tersebut tentu sangat mengejutkan. Meskipun
beberapa ahli serta mantan pejabat FBI mengatakan jumlah sebenarnya
peneliti yang terafiliasi dengan PLA kemungkinan jauh lebih rendah.
Namun, sangat masuk akal jika mereka semua memiliki hubungan dengan militer China, terkait dengan aktivitas spionase Tirai Bambu di sejumlah titik sektor yang rentan di AS.
Pada
bulan Juli, Departemen Kehakiman mengumumkan dakwaan terhadap enam
orang China yang dituduh menyembunyikan hubungan mereka dengan militer
China. Seseorang mencoba melarikan diri dari penangkapan dengan mencari
perlindungan di Konsulat China di San Francisco.
Seorang
peneliti yang ditangkap mengaku diperintahkan untuk mempelajari tata
letak yang tepat dari laboratorium medis untuk mereplikasinya di China,
kata agen federal. Motif lainnya juga mencuri perangkat lunak yang telah
dikembangkan oleh penasihatnya di Universitas Virginia selama dua
dekade.
Penangkapan
itu, ditambah dengan penutupan Konsulat China di Houston pada Juli,
yang menurut para pejabat AS berfungsi sebagai simpul komando dan
kendali untuk mengarahkan operasi mata-mata, mengirim sinyal ke Beijing.
"Mereka
mengizinkan kami untuk mengirim pesan kepada pemerintah China: Jika
Anda akan mengirim individu ke sini, Anda harus melakukannya dengan
jujur dan Anda tidak dapat menyembunyikan afiliasi mereka dengan
pemerintah China dan militer China," kata Asisten Jaksa Agung, John
Demers, yang mengungkapkan angka 1.000-plus di Aspen Cyber Summit pada
Rabu, 2 Desember 2020.
Kepala
cabang kontraintelijen kantor Direktur Intelijen Nasional AS, William
Evanina, mengatakan kepada Aspen Institute Cyber Summit bahwa agen China
telah menargetkan personel pemerintahan presiden terpilih Joe Biden
mendatang, beserta "orang-orang yang dekat" dengan tim Biden.
Pejabat
Departemen Kehakiman mengatakan para peneliti yang dimaksud Demers,
yakni kelompok yang berbeda dengan mereka yang disebutkan oleh
Departemen Luar Negeri pada September. Pada saat itu dikatakan bahwa AS
telah mencabut lebih dari 1.000 visa milik warga China berdasarkan
keputusan presiden, yang melarang masuk mahasiswa dan peneliti yang
dianggap berisiko bagi keamanan.
FBI
dan Departemen Kehakiman tahu bahwa China terobsesi untuk mendapatkan
cakupan teknologi AS yang sangat luas, tetapi mereka terkejut setelah
penutupan konsulat China di Houston, begitu banyak orang meninggalkan
negara itu.
"Keluasan
dan kedalaman eksodus tidak diharapkan, tetapi itu dihargai," kata
pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas
masalah tersebut.
James
Mulvenon, seorang ahli spionase China yang meneliti sejauh mana
infiltrasi China di lembaga penelitian AS, mengatakan FBI sejak Juni
telah mewawancarai 50 hingga 60 peneliti di 30 kota yang diyakini
berafiliasi dengan militer China.
Setelah
pemerintah China mengetahui minat FBI pada individu-individu ini,
diplomat China dengan cepat memperingatkan para peneliti China tentang
penyelidikan FBI dan mendesak mereka untuk membersihkan perangkat
elektronik dan percakapan di media sosial mereka.
Tindakan semacam itu membuat FBI curiga bahwa skala aktivitas China lebih besar dari perkiraan semula.
"Kemudian
terjadi penangkapan, penutupan konsulat dan pemanggilan duta besar
Tiongkok. Duta besar, Cui Tiankai, tercengang," kata pejabat itu.
Mulvenon
tidak terlalu yakin ada 1.000 peneliti aktif yang terkait dengan
militer China di Amerika Serikat, tapi mungkin saja banyak peneliti yang
berafiliasi dengan lembaga negara dan universitas di China, tapi itu
lebih karena mereka khawatir akan kehilangan beasiswa.
Holden Triplett, mantan atase hukum FBI di Beijing, mengatakan keanggotaan aktif PLA bukanlah poin terpenting.
"Para
pelajar atau peneliti ini semuanya rentan terhadap eksploitasi oleh
pemerintah, berafiliasi dengan PLA atau tidak," katanya. "Apakah mereka
datang ke sini dengan maksud untuk memata-matai atau tidak, mereka dapat
ditekan untuk melakukannya," katanya.
Tiongkok
menolak berkomentar lebih jauh soal tuduhan AS. Mereka menggambarkan
langkah tersebut sebagai persekusi politik "telanjang" dan diskriminasi
rasial yang melanggar hak asasi manusia.
